LAMPUNGPAGI – Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak (LPHPA) Lampung memberikan pemahaman kepada siswa Sekolah Menengah Atas tentang bahaya perundungan bullying terhadap sesama rekan atau siswa sekolah.
Hal itu disampaikan Direktur LPHPA Toni Fisher saat memberikan pemahaman kepada siswa SMA di dua sekolah berbeda, masing masing di SMAN 1 Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran dan di SMAN 1 Kota Gajah, Kabupaten Lampung Tengah baru baru ini.
“Saya mengingatkan kepada semua orang tua, pemerintah daerah, dinas pendidikan, bahwa program seperti ini sangat lah penting disampaikan terus menerus kepada siswa baik oleh pihak sekolah maupun di rumah oleh orang tuanya,” kata dia, Minggu (29/1/2023).
Dia mengambil contoh dari peristiwa gangster yang sedang merebak saat ini. Hampir setiap peristiwa tawuran yang terjadi karena diawali oleh saling ejek, baik di medsos ataupun saat bertemu langsung.
“Perundungan atau bullying sangat berdampak pada psikologis korban, selain itu sangat berdampak pula pada pisik nya bisa terluka bahkan meninggal dunia, selain itu sangat berdampak pula pada masadepan, baik si korban maupun pelakunya,” terangnya.
Ditambahkannya, efeknya bisa membuat anak putus sekolah, dan yang paling mengerikan adalah bahwa sangat berdampak pada perubahan perilaku baik itu pelaku maupun korban, keduanya sama sama berpotensi menjadi pelaku kriminal.
“Dalam pencegahan, saya berharap ada program sosialisasi secara masif dan terus menerus dari Dinas Pendidikan kepada sekolah sekolah dengan melibatkan orang tua siswa sebagai wujud pencegahan dari hulu. Ini sangat penting, karena meskipun peristiwa bullying atau tawuran tidak terjadi di komplek sekolah, diluar jam sekolah, tetap saja sekolah nya disebut sebut,” kata dia.
LPHPA tambahnya, selalu siap menjadi partner bagi seluruh sekolah sekolah dalam rangka memberikan sosialisasi pemahaman terhadap siswa agar tidak melakukan perilaku yang tidak semestinya, khususnya Perundungan atau bullying.
“Selanjutnya untuk penindakan dan pencegahan dari hulu, saya mengingatkan bahwa dalam penegakan hukum segala kasus yang melibatkan anak di Indonesia bahkan di seluruh dunia, jelas sudah diatur dalam UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak. Jadi tidak ada dalam UU tersebut bahwa anak yang terlibat atau menjadi pelaku kriminal dengan sebutan ABH bisa di hukum berat, karena pemenjaraan bagi anak adalah langkah terakhir,” tegasnya.
Justru dalam proses penindakan dan penegakan hukum terhadap anak, lanjutnya, lebih diutamakan pada penguatan pendidikan karakter baik agama maupun pola asuh si orang tua nya. Apalagi nantinya bila terpaksa si anak ABH nanti menjadi anak didik (Andik) di LPKA Lampung. Sudah seharusnya semua hak nya terkait pendidikan, kesehatan, rekreasi dan kreativitas, harus terpenuhi.
“Dengan apa? Dengan hadir nya dinas pendidikan, dinas kesehatan, kementerian agama, dinas sosial bahkan disdukcapil untuk hak identitas nya,” tambahnya.
Dia mengingatkan, bahwa perilaku bullying, marak dan banyak nya kasus bullying bisa juga menjadi indikator kegagalan pembangunan manusia (IPM) bagi kabupaten dan kota.
“Ingat bahwa bullying sengaja atau tidak disengaja bisa saja terjadi dalam hidup dan kehidupan kita. Kita bisa saja menjadi pelaku ataupun menjadi korban bullying,” tutupnya. (*)
Laporan: E. Anisah Zahra
Discussion about this post