LAMPUNGPAGI – Selama Januari 2023, masyarakat Lampung dibuat miris dengan berbagai kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan dan pesantren. Belum habis pula bulan Pebruari ini terjadi lagi di Kabupaten Mesuji dimana oknum kepala sekolah melakukan pelecehan seksual terhadap siswa.
Hal itu disampaikan Toni Fisher Direktur Lambaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak (LPHPA) Provinsi Lampung, Kamis (23/2/2023) menyikapi maraknya kasus kekerasan seksual di daerah tersebut.
“Sudah seharusnya pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten kota mulai melakukan introspeksi atas peningkatan kualitas pendidikan di Lampung. Dimana tidak hanya berkutat dengan sarana dan prasarana. Tapi juga yang paling utama adalah peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan yang dilakukan dari awal perekrutan hingga sudah menjadi pegawai guru,” kata Toni Fisher.
Ditambahkannya, terutama ada uji psikologi secara rutin dan terjadwal, sehingga kualitas pendidikan di Lampung benar benar berbobot karena didukung SDM yang tidak hanya berkualitas kompetensi namun juga berkualitas akhlak yang tinggi dan mulia.
“Saya yakin teman teman perguruan tinggi dari jurusan psikologi dan organisasi nya pasti mau bekerjasama. Kenapa hal tersebut saya anggap sangat penting? Karena banyak sekali berbagai program untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Mereka belajar, sekolah penggerak, guru penggerak, sekolah ramah anak, madrasah ramah anak, pesantren ramah anak dll. Yang sudah pasti, untuk menciptakan anak Indonesia yang berkualitas dan berakhlak mulia,” imbuhnya.
Ditegaskannya, seperti yang biasa dilakukan lembaga, sering berinteraksi dengan sekolah sekolah di Lampung, hampir semua kurang memahami makna dan maksud dari berbagai program tersebut, terutama program sekolah ramah anak dan madrasah ramah anak serta pesantren ramah anak. Tidak semua tenaga pendidik dan kependidikan nya memahami maksud dari program tersebut.
“Bagi kami wajar, karena tidak semua terpapar dengan program tersebut, tidak membumi dilingkungan sekolah/pondok / madrasah yang terutama sudah di tetapkan bahkan sudah dideklarasikan oleh pemerintah daerahnya. Apalagi yang paling penting keterampilan orang tua siswa dalam program tersebut tidak dilibatkan dan diberi pemahaman peran nya,” tegasnya.
Untuk itu pihaknya menyarankan agar peningkatan kualitas pendidikan yang benar benar mumpuni, maka dalam monitoring dan evaluasi nya dalam bentuk standarisasi/akreditasi/sertifikasi harus dilakukan oleh Lembaga Negara, lembaga yang dibentuk oleh negara untuk menerbitkan dan menetapkan standarisasi, bukan asal menunjuk orang yang tidak punya kompetensi yang di tunjuk oleh negara. Sehingga program program tersebut tidak asal jalan dan dilaksanakan.
“Seperti PP NO 4 Tahun 2022 Tentang Standar Nasional Pendidikan, dimana untuk menetapkan Standarisasi Pendidikan mulai PAUD hingga Perguruan Tinggi, dilakukan oleh Pemerintah Pusat yang dilaksanakan oleh Suatu Badan Standarisasi Pasal 51 dan 51 A,” sebutnya.
Itu, terang dia, sebagai contoh. Jadi bukan asal asal saja menunjuk orang yang belum tentu punya pengalaman dan kemampuan apalagi kompetensi sebagai penguji, agar pemenuhan hak anak dan perlindungan anak tidak hanya sekedar parsial dan simbolis, bahkan tidak manipulatif.
“Saya mengingatkan, bahwa dunia pendidikan kita juga sedang diuji dalam peningkatan kualitas pendidikan karakter dan akhlak. Mengingat juga banyak nya anak anak yang notabene pelajar menjadi korban dan pelaku bullying dan terlibat gangster jalanan,” tutupnya. (*)
Editor: Thony Syahril
Discussion about this post